Koreksi Atas Buku Dr. Ahmad Mujahidin, MH

Alhamdulillah bertambah lagi kepustakaan hukum acara “Pembaharuan Hukum Acara Perdata Pengadilan Agama Dan Mahkamah Syar’iyah Di Indonesia” yang memberi petunjuk praktis bagi hakim dan para praktisi umumnya dalam beracara di Pengadilan Agama, kita patut menghargai karya Bapak Dr. Ahmad Mujahidin, MH yang telah menyusun buku ini semoga mengalir pahala yang tak putus-putusnya selama bermanfaat bagi manusia.

Penulis dalam tulisan ini ingin urung rembuk sedikit menyampaikan koreksi dan barangkali belum tentu juga benar apa yang disampaikan ini, setidak-tidaknya merupakan pijakan bagi hakim dilingkungan peradilan agama untuk mencari kebenaran sesuai dengan tujuan tertib beracara, mengikut azas-azas yang berlaku.

Walaupun penulis belum sempat membaca semua isi buku ini, namun penulis memperhatikan suatu masalah yang kebetulan sedang dibicarakan (discursus) di Pengadilan Agama Pekanbaru wilayah pengawasan penulis, yaitu yang mengenai huruf G. Kehabisan Panjar Biaya Perkara, dalam Bab VII halaman 142-143 buku Pembaharuan Hukum Acara Perdata Pengadilan Agama dan Mahkamah Syar’iyah di Indonesia;

Mengenai mekanisme penambahan panjar biaya perkara dan tindak lanjutnya dari huruf a s/d i kecuali g penulis tidak mempersoalkannya karena masih lingkup atau wilayah administrasi perkara, tetapi pada huruf g berbunyi Berdasarkan surat keterangan panitera tersebut, majelis membuat “penetapan” berisi tentang batalnya perkara itu yang telah terdaftar dalam Register Induk Perkara bersangkutan, menurut penulis huruf g ini sudah termasuk wilayah Tehnis yudisial Hukum Acara, dimana harus ada aturan acaranya bahkan hakim terikat dengan tekstual dan tidak boleh menafsirkan begitu leluasanya aturan acara tersebut apalagi membuat acara baru, kecuali sebatas usulan rancangan.

Ada dua koreksi disini yaitu pertama penetapan majelis, dan kedua membatalkan perkara yaitu penetapan majelis hakim tentang batalnya perkara. Dalam memutuskan perkara apapun itu, hakim semestinya berpegang kepada pasal 25 ayat (1) Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 bahwa disamping alasan dan dasar putusan tersebut, juga memuat pasal-pasal dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.

Menurut sepengetahuan penulis tidak ada aturan yang mengatur bahwa hakim membuat penetapan batalnya perkara dalam hal kehabisan panjar biaya perkara seperti halnya putusan gugur, verstek, atau pencabutan perkara yang sedang berjalan baik dalam HIR, RBg, Rv atau pun dalam BW. Sebagaimana hakim dalam menggali peristiwa untuk menemukan hukumnya, hakim menggunakan syllogisme yaitu suatu pola berpikir (redenering/reasoning) secara deduktif yang sah berpangkal pada dua premis mayor dan minor untuk mendapatkan kesimpulan yang logis dalam mengambil kesimpulan putusan atau penetapan. Disini premis mayor sebagai titik tolak hakim mengambil kesimpulan yaitu merupakan pasal-pasal tertentu peraturan perundang-undangan, bagaimana dan peraturan apa yang dapat diterapkan pada pembatalan perkara atau pencoretan pendaftaran? Ya tidak ada kecuali hanya dalam Buku Pedoman Kerja yang dikeluarkan IKAHA Wilayah Sulsera di Ujung Pandang tahun 1989 pada halaman 17 berbunyi “Apabila suatu perkara yang telah diajukan pada pengadilan ternyata biayanya telah habis sebelum perkaran itu selesai, maka untuk memeriksa perkara tersebut lebih lanjut dibuatlah teguran kepada penggugat agar dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal teguran tersebut, penggugat harus menambah biaya perkara dan apabila dalam jangka waktu satu bulan tersebut penggugat tidak memenuhinya, maka pendaftaran perkaranya dibatalkan dengan suatu penetapan pengadilan, setelah lebih dahulu panitera kepala membuat suatu keterangan”.

Dalam hal ini penulis berkesimpulan bahwa yang tepat barangkali adalah pembatalan pendaftaran atau pencoretan pendaftaran dengan “penetapan” yang bukan pembatalan perkaranya, dan penetapan tersebut dikeluarkan oleh ketua pengadilan bukan produk penetapan majelis hakim, dengan alas an seperti berikut :

1. Bahwa produk majelis hakim adalah “tehnis yudisial” yang jelas tidak ada cantolannya dalam HIR/RBg, Rv atau BW;

2. Bahwa produk ketua pengadilan adalah bagian dari produk “administrasi perkara” yaitu tentang kauangan/biaya perkara yang tidak tergantung dengan peraturan perundangan;

3. Bahwa perkara tersebut walaupun diserahkan kepada majelis dengan PMH, tetapi penunjukan majelis itu juga bagian dari administrasi perkara atau administrasi persidangan, jadi dengan penetapan tersebut seakan-akan menjelaskan kepada majelis hakim bahwa perkara tidak bisa dilanjutkan karena pendaftaran sudah dicoret atau dibatalkan karena biaya perkara dari pihak tidak ada lagi, dengan begitu perkara dihentikan oleh majelis hakim. Jadi penyelesaian perkara tidak bisa diteruskan karena administasi perkaranya tidak lengkap, sekalipun itu terjadi ditengah jalan.

4. Dengan pencoretan pendaftaran oleh ketua pengadilan tidak menghapus semua dokumen yang ada dalam bundel perkara tersebut dan masih tetap berlaku sepanjang tertera jelas dalam berita acara.

Penulis ingin mengajak kita mau sejenak melihat kebelakang, bahwa pencoretan pendaftaran karena habis biaya perkara adalah petunjuk yang diberikan oleh Bapak Hensyah Syahlani, SH guna mengatasi penumpukkan perkara yang habis biayanya. Masih terngiang-ngiang ditelinga penulis ucapan Bapak Hensyah Syahlani, SH bercerita bahwa untuk mengurangi penumpukan perkara dulu ada SEMA yang mengatur tentang dapat dicoret pendaftaran perkara yang habis biaya perkara/tidak dipenuhi biaya perkara setelah ditegur, akan tetapi SEMA tersebut sudah dicabut, namun kata pak Hensyah aturan SEMA tersebut dapat diperlakukan untuk Pengadilan Agama supaya tidak terjadi penumpukkan perkara yang kekurangan biaya, caranya (1) Pengadilan membuat teguran dalam tenggang waktu tertentu supaya menambah panjar biaya perkara, (2) Panitera membuat surat keterangan tentang hal tersebut jika tidak ditambah panjar biaya oleh pihak Penggugat, (3) Ketua Pengadilan Agama mengeluarkan penetapan pencoretan pendaftaran perkaranya berdasarkan surat keterangan tersebut. Tetapi sampai saat terakhir bersama pak Hensyah membina Pengadilan Agama, penulis tidak pernah melihat SEMA tersebut.

Dalam hukum acara kita mengenal hal-hal yang kemungkinan terjadi dalam persidangan seperti “gugatan digugurkan” (Pasal 124 HIR, 148 RBg dan 77 Rv), walau kelihatannya pengadilan terlalu kejam kepada Penggugat, tetapi itu aturannya untuk menjaga hak orang lain in casu Tergugat yang hadir memenuhi panggilan, begitu juga tidak hadirnya Tergugat diputus “verstek” (Pasal 125 HIR, 149 RBg) untuk menjaga hak Penggugat dikala Tergugat engkar menghadiri persidangan, demikian juga pencabutan gugatan oleh pihak Penggugat (Pasal 271-272 Rv) diatur dengan tegas, akan tetapi mengenai pembatalan perkara karena kekurangan/habis biaya perkara, tidak diatur dalam Hukum Acara Perdata.

Kecuali itu, dalam Pasal 273 – 277 Rv mengenal aturan yang mengatur tentang pengguguran perkara bukan pencoretan pendaftaran, tetapi tidak dijelaskan dengan tegas sebab-sebab digugurkannya perkara dan dapat dipastikan disini termasuk karena kelalaian pihak apa karena kekurangan biaya perkara ataupun sebab-sebab lainnya. Namun sebelum digugurkan tersebut ada beberapa tahap yang harus dilalui sebagai berikut :

1. Perkara sudah terhenti selama tiga tahun, dan masih ada kesempatan dalam waktu enam bulan untuk melanjutkan perkara;

2. Adanya permohonan untuk digugurkan dari pihak yang berkepentingan, dan permohonan untuk menggugurkan itu dapat dicegah dengan tindakan hukum oleh salah satu pihak sebelum pernyataan gugur;

3. Pernyataan gugur itu dilakukan dalam sidang secara sederhana dan diberitahukan kepada pihak yang bersangkutan atau ditempat tinggalnya;

4. Pernyataan gugur itu tidak membatalkan tuntutan, melainkan hanya acara perkara yang telah dimulai;

5. Biaya perkara karena pernyataan gugur itu dianggap sudah dibayar;

6. Dan bila mengajukan gugatan baru, maka pihak-pihak satu sama lain berhak untuk mengajukan lagi sumpah-sumpah, pengakuan-pengakuan dan keterangan-keterangan yang telah diberikan olehnya dalam perkara yang terdahulu, begitu juga keterangan-keterangan yang telah diberikan oleh saksi-saksi yang sudah meninggal dunia, jika hal itu dicantumkan dalam berita acara yang dibuat dengan baik.

Ketentuan-ketentuan dalam Rv tersebut jelas acaranya, hakim jelas apa yang diperbuat sebagai tugas tehnis yudisial karena ada cantolannya, hal ini jelas tidak sama dengan pembatalan/pencoretan pendaftaran perkara seperti yang kita bicarakan.

Kalau kita analisa secara mendalam lagi barangkali perkara yang habis biayanya dan penggugat tidak mampu lagi memenuhi biaya perkara akan lebih bijaksana jika tidak di coret pendaftarannya dan solusinya pengadilan menyarankan untuk melanjutkan perkara dengan mengurus proses beracara dengan prodeo, kenapa? Logikanya jika ada yustisiabel sejak awal berperkara tidak mampu membayar biaya perkara bisa berperkara dengan prodeo, maka apa salahnya penggugat yang semula beriktikat baik mau membayar biaya dan ternyata ditengah jalan tidak mampu, dilanjutkan dengan prodeo? Bukankah cara begini adalah bagian client service improvement? Bukankah semua warga mendapat kesempatan yang sama dalam mendapatkan pelayan hukum di pengadilan?, wallahu a’lam.

3 komentar:

  1. Assalamu'alaikum pak Marjohan Syam.
    Saya tertarik membaca judul tuisan bapak, namun sayang saya tidak bisa membaca dengan seutuhnya karena terhalang iklan TINYPIC.Jadi tolong dihilangkan gangguan itu ya pak. Moga informasi yang Bapak berikan bermanfaat bagi para pembaca. Terima kasih.

    BalasHapus
  2. Assalamu'alaikum pak Marjohan Syam.
    Saya tertarik membaca judul tuisan bapak, namun sayang saya tidak bisa membaca dengan seutuhnya karena terhalang iklan TINYPIC.Jadi tolong dihilangkan gangguan itu ya pak. Moga informasi yang Bapak berikan bermanfaat bagi para pembaca. Terima kasih.

    BalasHapus
  3. setelah saya membaca tulisan bapak, yang menjadi fokus bacaan saya adalah produk penetapan majelis hakim terhadap perkara yang dicoret karena kurang bayar, yg bapak nilai kurang tepat karena bukan ruang lingkup produk tehnis yudicial, mohon penjelasan yang lebih lengkap...

    BalasHapus


Free Blogger Templates by Isnaini Dot Com. Powered by Blogger and Ebook Download